Meranggas, Kau Meranggas
Sudah meranggas tubuh terlebih jiwamu,
begitu ringkih seperti mereka yang sepuh,
ku tau hidupmu baru dua dasawarsa lebih sedikit,
lantas apa yang membuatmu meranggas?
Kemarin kucari jawaban ke ahli dunia,
katanya kau mudah berputus asa.
Jika benar, seharusnya kau sudah bunuh diri sejak lama.
Kucoba ke ahli agama,
kau kurang iman katanya butuh seberapa iman memangnya?
Cukup menyesalku bertanya, paham apa pula mereka?
Jika matahari belum tanggal,
tak kulihat kau berbeda dari manusia lainnya,
dipinta mereka, kau terima saja,
tertawa mereka, kaupun tertawa,
bercerita mereka, kau tenang mendengarkan,
diinterupsi mereka, kau tak pernah protes,
tidak didengar mereka, kau tampak tak keberatan,
diatur mereka, diam kau terima.
Tidak juga kau ditindas di depan mereka, kau kadang meradang
sering juga kau berteriak, meski hanya dipandang saja.
Tapi kutau kau berpura-pura,
luruh auramu diganti kepalsuan,
bercerminlah setelah itu,
kau tampak sudah meranggas,
Di malam berjelaga,
tak jarang kudapati kau terpekur menatap kosong, lama.
Di waktu lain kau bisa saja menangis sesenggukan, tanpa henti.
Bahkan kau bisa seharian mengunci diri jika marah,
kau lampiaskan hanya padaku, dirimu sendiri.
Tidak biasa jika seperti ini, terlalu berlebihan.
Meranggas, benar kau meranggas digerogoti kepura-puraan,
kau hidup bukan untukmu lagi, melainkan mereka.
Apa yang kau harapkan dari itu?
Sebegitu takutkah kau dipinggirkan?
Sedemikian takutkah kau dinafikan?
Berhentilah untuk aku yang mencintaimu.
Berhentilah membeli perhatian.
Rasanya begitu mahal mereka menjualnya,
hingga mesti kau meranggas.
Tak bisa kulihat kau meranggas,
turut meranggas aku nantinya,
agar kau tak mati kau karena meranggas,
cukupkanlah berpura-pura.
Originally published at https://menjadimanusia.id on December 24, 2019.